Seks Bergambar. Cerita Seks Tukar Pasangan – Sesasi Kenikmatan Mesum. Kepalaku
sering terasa pusing jantungku tidak beraturan dan aku terus menolak
ajakan mang udin dimana dia selalu ingin mengajakku kembali menikmati
sensasi kenikmatan mesum, setiap hari dia selalu menatapku dengan wajah
horny dan membisikan dengan kata kata porn yang membuatku ikut horny.
Cerita Dewasa Sesasi Kenikmatan Mesum
Cerita Sex Sesasi Kenikmatan Mesum
Dikala sepi ia sering sengaja mengeluarkan batang kemaluannya dari
kejauhan dan mengacungkan-ngacungkan batangnya kearahku, ia terus
mengincarku dan mencari-cari kesempatan.
Seperti yang terjadi hari Sabtu itu, di sebuah tempat yang sepi,
sebuah becak sengaja mencegatku hingga aku terpojok, aku menelan ludah.
Dari atas sadel becaknya mang Udin mengeluarkan sesuatu, benda itu
seharusnya tidak boleh terlihat di tempat terbuka yang sangat riskan
bagiku dan dirinya, ahhh, benda itu begitu besar dan panjang, jantungku
berdetak kencang sambil menatap batangan di selangkangan Mang Udin.
“Mang Udin, apa-apaan sihh…!!, nanti ada yang liatt…!!”
“tolong mamang Non, rasanya kepala Mang Udin sudah mau pecah…, Kepala
ini rasanya pusing sekali Nonn…,silahkan naik Non…, silahkan…”
“ayo Naik Nonn….”
Karena aku tetap terdiam, Ia turun dari atas sadel becak dan
memaksaku untuk naik ke atas becaknya dan mengantarku pulang. Di dalam
becak aku termenung, aku sering mengalami gejala yang sama dengan Mang
Udin, kepala pusing seperti mau pecah, gelisah, resah, seolah-olah ingin
berteriak keras-keras untuk melepaskan semua beban berat yang
menggunung didadaku, becak mang Udin melaju dengan cepat kemudian
berhenti di depan rumahku.
“turun Non.. “
“tapi mang…, “
“tolong nonnn, sekali ini sajaaa, mamang benar-benar sudah nggak tahan..”
Mang Udin memohon kepadaku dengan tatapan mata yang memelas,aku
menundukkan wajahku dalam-dalam, setelah merantai roda belakang becaknya
pada pagar rumahku ia mengekoriku dari belakang hingga masuk ke dalam
rumah dan mendorongku hingga terjengkang di atas kursi sofa panjang di
ruangan tamu.
Ohhhh….ia memelorotkan celana boxer dan celana dalamnya sekaligus,
dengan santai Mang Udin memperlihatkan batangnya untukku, ia bahkan
menawarkan untuk menyentuh benda itu kepadaku yang sedang menatap batang
miliknya.
“mau megang non ??”
“ehh.., nggak usah mang…, “
“ayooo, pegang.., nihhh titit Mang Udin buat Non Feby…”
“seremm mang..”
“lho.., koq serem ?? “
“yaaa…,abis gede mang…takut megangnya… “
“yeee.., justru yang gede-gede yang mantap…ayoo dipegang…”
Akhirnya dengan memberanikan diri kuulurkan tangan kananku untuk
menyentuh batang panjang di selangkangan Mang Udin. Nafasku semakin
memburu saat telapak tanganku mengelus-ngelus batang kemaluan miliknya
yang hangat berkedutan seperti hidup.
“dikocok nonnn… “
“glukk.. glukk ceglukkk…”
Beberapa kali aku menelan ludah, kuberanikan diriku untuk menggenggam
batangnya, sangking besarnya, telapak tanganku tidak sanggup untuk
menggenggam penuh batang besar itu, kuremas dan kutekan batangnya ke
bawah kemudian kutarik batang mang Udin ke atas kemudian kutekan lagi,
Begitulah gerakan tanganku yang semakin lancar mengocok-ngocok batang
kemaluan Mang Udin. Aroma khas itu semakin kuat tercium oleh hidungku,
kuhirup dalam-dalam nafasku aroma itu. Anehh…rasa pusingku di kepalaku
hilang, apakah mang Udin mengalami hal yang sama, terbebas dari rasa
pusingnya.
“Masih pusing mang ??”
“Enggak…, kepala Mang Udin sudah agak baikan.., “
Mang Udin duduk bersandar dengan santai, kedua kakinya mengangkang
lebar, posisiku bersujud disamping paha kanannya, tangan kananku
mengusap-ngusap lututnya kemudian merayapi paha Mang Udin, kutatap dua
buah zakarnya, ujung jariku menyentuh buah sebelah kiri, dengan
menggunakan jari telunjuk dan jempol aku mencoba mencapit bola itu, ada
sesuatu yang keras seperti biji salak.
“Auhhh…”
“e-eh.., sakit ya mang ??“
Aku buru-buru melepaskan capitanku, rupanya aku terlalu keras mencapit bijinya.
“ngilu Feby Sayanggg…”
aku hanya tersenyum sambil mengelus kepala kemaluannya, kugenggam dan
kukocok-kocok batang kemaluan Mang Udin dengan agak kuat, ada lelehan
cairan berwarna putih bening yang meleleh dari mulut penisnya, ia
menarik dan menekankan kepalaku kearah batang yang mengacung itu.
“dukkk.. dukkk dukkkk.. dukkkk…!!”
Detakan jantungku semakin menghebat rasanya seperti ada yang
menggedor-gedor dadaku dari dalam, aku memejamkan kedua mataku dan
membuka mulutku untuk menelan sosis besar yang terasa asin itu.
Kututupkan mulutku saat benda itu sudah di dalam, bibirku gemetar
saat menjepit batang Mang Udin. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam
dengan sebatang penis besar yang tertancap di dalam mulutku,
Kurang lebih 5 menit kemudian kugunakan ujung lidahku untuk
menoel-noel mulut penis Mang Udin. Ada sebuah sensasi tersendiri saat
aku mendengar suara desahan dan erangan Mang Udin, aku semakin sering
menoel mulut penisnya.
“emmmhh. Nyemmmmhhh.. .. mmmhhhh…”
Kuhisap-hisap batang mang Udin, lidahku semakin berani bergerak
memutari kepala penisnya yang berendam di dalam mulutku. Aroma khas itu
semakin mengasikkan untukku, bau alat kelamin mang Udin membuatku
semakin lupa diri, melupakan siapa aku, siapa dia, pokoknya melupakan
segalanya.
“hisappp terusss, yang kuat…arrrk..Febyyyyy…”
Aku tidak mempedulikan saat ia menjambak rambutku, yang ada hanyalah
nafsu untuk menghisap-hisap batang besar itu, kuhisap kuat-kuat hingga
Mang Udin mengerang keenakan.
Benda besar itu berkedutan di dalam mulutku,aihh..?? apa ini rasanya
ada cairan panas yang mirip dengan jus lidah buaya mengisi rongga
mulutku, entah kenapa batang besar itu mengkerut dan terkulai lemah.
“uhukk.. uhuekkkk…., uhukkkkk…, uhukkk, huekkk…”
Aku terbatuk sambil memuntahkan cairan sperma Mang Udin, ia tersenyum
lebar sambil meremas payudaraku sebelah kanan dan meraih tubuhku untuk
duduk di atas pangkuannya dalam posisi saling berhadapan. Jarinya
menyeka lelehan sperma di bibir dan daguku, cairan sperma yang bau dan
kental itu menempel di jari telunjuknya.
“duh nonn, sampe belepotan gini…, nih ammm…”
Aku menarik kepalaku ke belakang saat jarinya yang berlendir mengejar
mulutku. Kugelengkan kepalaku sambil kembali terbatuk dan berdehem, ia
ingin agar aku menjilati sisa sperma yang menempel di jari telunjuknya.
“nggak mau ah, eneg”
“bukan eneg, Non Feby belum biasa aja nelen peju mamang, tar kalau sudah biasa juga malah ketagihan loh…,”
“idih.. boro-boro ketagihan.., jijik…”
Aku cemberut, sedangkan ia terkekeh sambil menarik kaos T-shirt
berwarna coklat muda yang kukenakan hingga terlolos melalui pergelangan
tanganku. Tangannya melingkar kebelakang dan melepaskan pengait bra yang
kukenakan, perlahan-lahan ia menarik lepas bra yang kukenakan, matanya
menatap sayu pada buntalan payudaraku yang sekal padat.
“berapa sih seliternya non ?? “
“apaan ?? “ aku masih belum menangkap maksud pertanyaannya.
“ini nih , susunya “ ia cengengesan meremas payudaraku.
“emang susu sapi…, nihhh..”
Kucubit dada Mang Udin, untuk memberinya pelajaran.
“aaa-aaa…, yee , nyubit…, tar mamang gigit susunya loh..”
“aww.., jangann mangg, JANGAN..!! aaa….”
Tanganku menahan kepalanya, ia tertawa saat aku menjewer kupingnya.
“mang, jangan main gigit-gigitan atuh, gimana sih…, kan sakit.., gimana sih mang Udin, ngak kira-kira….dll. dsb dst”
“ooopppp… oppppp….”
Ia meletakkan jari telunjuknya dibibirku.
“buset non .., panjang amat ngomelnya kaya kereta api…”
Dengan gemas ia memangut bibirku, aku masih diam karena agak kesal,
ia kembali memangut bibirku. Aku masih juga diam, aku menepiskan
tangannya yang meremas induk payudaraku, matanya yang mesum bertatapan
dengan mataku sebelum akhirnya bibir mang Udin kembali hinggap di
bibirku.
Aku mulai membalas pangutannya, kudesakkan batang lidahku kedalam
mulutnya, ia menghisapi batang lidahku, menyenangkan sekali rasanya saat
ia menghisapi lidahku dengan rakus. Aku menarik lidahku dengan
emutannya, mulut Mang Udin langsung mengejar dan mengulum bibirku, kedua
tangannya meremas-remas induk payudaraku yang semakin membuntal,
ciumannya merambat menjelajahi rahang, dagu, leher, pundak dan bahuku.
“aahh.ahhh mangg Nurdhinnnnn.. nnnhhhhhh…” aku merengek keenakan saat
ujung lidahnya menjilat puting susuku, ada rasa basah dan rasa hangat
yang terasa saat batang lidahnya membasuh puncak payudaraku
Aku melenguh pelan, mulutnya mencucup puncak payudaraku dan
mengenyot-ngenyot dengan lembut, tangan kiriku memegangi belakang kepala
mang Udin sementara tangan kananku mengusap-ngusap kepalanya.
Bibirku mendesah dan merintih-rintih kecil menikmati hisapan-hisapan
mulutnya pada puncak payudaraku. Lumayan lama ia menyusu bergantian di
kedua payudaraku, kubiarkan ia mengenyoti susuku sepuas-puasnya.
“nahhh…, sekarang Feby duduk di sini ya…”
Aku didudukkannya di atas sofa sedangkan ia berlutut di hadapanku,
tangannya menarik turun dan meloloskan celana jeans berwarna biru yang
kukenakan. Tinggallah celana dalam berwarna pink yang melekat menutupi
bagian terintim dari tubuhku.
“Feby sayanggg, mang Udin liat memeknya ya….”
“jangan mang.., nggak boleh…” aku menolak keinginannya.
“ngintip dikit ajaaa.. yaa….”
“enggak ahh, enggak…”
“Cuma liatt.., nggak akan diapa-apain koq…, boleh ya…” ia terus mendesakku dengan berbagai cara, akhirnya aku mengangguk.
“tapi janji ya mang, cuma liat…, ngak boleh pegang-pegang…” aku memastikan lagi janjinya sebelum celana dalamku melorot.
“iyaaa…, mang Udin janji…..”
Aku berusaha menahan kegelisahan saat tangan mang Udin merayapi
permukaan celana dalamku. Kedua tangannya menarik celana dalamku,
kupejamkan kedua mataku saat celana dalamku melorot turun melewati paha,
lutut kemudian terjauh di ujung kakiku.
“Anjinggg….!!” hanya makian kasar itulah yang keluar dari mulut Mang Udin, matanya membeliak memelototi kemolekan vaginaku
Kutepiskan tangannya yang merambat naik hendak menjamah permukaan
vaginaku, kedua tangan mang Udin mencekal pergelangan tanganku yang kiri
dan yang kanan.
“ee-ehh , MANGG, akhhh tadi.. aww kan tadi janjihh.. ouhhhhh…”
Aku terpekik, terkejut setengah mati saat ia membenamkan wajahnya
pada vaginaku. Kecupan-kecupannya menjelajahi permukaan vaginaku yang
berjembut tipis, aku menarik tanganku dan kutendang bahunya hingga mang
Udin terjatuh ke belakang
“MANG, tadikan mang Udin sudah janji ngak akan pegang-pegang…!!” aku sewot karena ia melanggar janjinya.
“lhaaa ?? emang mang Udin megang-megang memeknya Non Feby..??”
Aku terdiam sambil manyun, kata-kata mang Udin ada benarnya juga.
“tapi manggg Auhh, j-jangannn.. awwww…”
Mang Udin menyambar pergelangan kakiku kemudian merenggangkan kakiku.
“sslllcckk ckk muah muahh, udah lama mamang pengen liat dan nyiumin
memek Non Feby, siapa sangka hari ini impian mang Udin menjadi
kenyataan, muahhh.., cupp cupp muahhh…!!”
Tanganku berusaha mendorong kepalanya, kucakar wajahnya hingga
pipinya luka tergores oleh kuku-ku. Mang Udin malah tertawa. Kedua
kakiku melejang-lejang kuat berusaha untuk lepas dari cekalan tangannya.
Aku semakin panik dan menjerit keras saat mulutnya terbuka lebar dan
mencapluk belahan vaginaku.
“MANGGG…!! Auhhhhhhhhhhhh…….!!”
Tubuhku tersentak oleh rasa kaget sekaligus rasa nikmat saat ia
mengunyah vaginaku, rasanya tubuhku seperti dipanggang oleh rasa nikmat
yang selalu kucari-cari dalam khayalan liarku. Entah kenapa tenagaku
seperti menguap habis, kedua kakiku berhenti bergerak, punggungku jatuh
ke belakang, kepalaku berbaring pada lengan kursi dan tubuhku terbujur
dengan kedua kaki dikangkangkan olehnya. .
“nnh nhhhh.!! Nnnnhhhh…, ohhh..?? !! manggg… “
Aku menatap kearah selangkanganku dengan malu kuhentikan
rengekanku,rupanya sambil mengerogoti Vaginaku kedua mata mang Udin tak
pernah lepas mengawasiku, ia semakin hebat menggerogoti vaginaku seakan
sedang memaksaku untuk kembali merengek. Aku mencoba bertahan dan terus
bertahan, ia menggeram dan memangut-mangut, mengecupi bukit mungil di
selangkanganku dengan liar.
“ahhhhhhh… nnhh nhhhh..! nnnhhhh… awww…!!”
Berkali-kali mulut Mang Udin menghisap kuat-kuat vaginaku. Rasa
nikmat membuatku terhanyut, tanpa kusadari aku kembali merengek dan
mendesah kecil, kupalingkan wajahku ke arah lain. Aku tidak sanggup lagi
beradu pandang dengan tatapan matanya yang mesum, bulu kudukku pun
berdiri saat mang Udin melepaskan kaki kiriku, tangan kanannya kini
berusaha menggapai gundukan payudaraku.
“ohhhhhh.. aaaaa, ennnhh.. nnnnhhh…!!”
Tubuhku menggelepar-gelepar disergap oleh rasa nikmat. Tangannnya
mengusap-ngusap puncak payudaraku kemudian mencubit puting susuku yang
runcing. Batang lidahnya membasuh jembut tipisku hingga vaginaku terasa
hangat dan basah oleh air liurnya.
Aku merintih saat mulutnya kembali menangkup belahan vaginaku, ia
mengenyot beberapa kali lalu mengunyah belahan vaginaku. Aku semakin
tersiksa oleh gairahku yang membara, aku merintih seperti seorang gadis
binal yang liar.
“ahhhh..!! crrrutttt.. crutttt…”
“srruphhh.., nyemmm srrupphhh he he he…srrupphhhh”
Mang Udin menyeruput cairan vaginaku, di sela suara kekehannya aku
dapat mendengar suara seruputan mulutnya. Kutarik nafasku dalam-dalam
untuk mengatur detak jantungku yang tak beraturan, tubuhku
menggelinjang.
“wah Non.., nantangin banget posisinya , wahh…”
“ohhhhh, Mangggggg….”
Mang Udin menangkap payudaraku kemudian ia meremas-remas induk
payudaraku. Kupasrahkan tubuh mungilku untuk digerayangi oleh Mang Udin,
tengah asik-asiknya ia mengelusi susu,
Pahaku dan meremas selangkanganku tiba-tiba kami berdua dikejutkan
oleh suara seseorang yang membuka pintu pagar rumahku. Tanpa dikomando
aku dan mang Udin memunguti pakaian kami yang berserakan di atas lantai
kemudian berlari kearah anak tangga.
“manggg…,cepat keatas mangg…, sembunyi di kamarku..!! aduhh, itu manggg.. itu..bajunya ketinggal…”
Dengan cepat ia memungut baju kaosnya yang tertinggal. Aku dan mang
Udin semakin panik menaiki anak tangga saat mendengar suara
langkah-langkah kaki mendekati pintu rumah dan seseorang memutar
kuncinya.
Cklekk…, aku buru-buru menutupkan pintu kamarku, kami berdua berusaha
menenangkan diri, kusuruh mang Udin untuk bersembunyi di dalam lemari
pakaian. Setelah mengenakan kaos Tshirt dan celana blue jeansku kembali,
kurapikan rambutku yang acak-acakan dan kemudian aku turun ke bawah.
“ehhh…, Ci Debbie….., koq pulangnya lebih cepat sih ?? biasanya kalau hari sabtu jam 3.30an cici baru pulang he he he he”
“iya nihhh…, sebel…, dosennya tadi ngak datang.., mana udah nungguin 1
jam lagi di kantin…, ehh iya , tadi ci ci beli es campur…,gimana ??
dingin ngak ??”
Ci Debbie menempelkan kantung plastik di jidatku. Aku tertawa
kemudian mengekorinya ke dapur. Ekor mataku melirik ke arah kursi tempat
di mana kemesuman itu baru saja terjadi, hahhh?? apa itu?? waduhh
gawat.!! celana dalam Mang Udin masih tertinggal.
Aku lewat, pura – pura untuk membereskan meja dan Tukkkk…, ujung
kakiku menendang celana dalam dekil itu hingga nyungsep ke bawah meja.
“Febyyyy….”
“iya Cii…, I’m cuming he he he he”
“beli di mana sih cii…, enak…^_^”
“di jalan xxxx…,baru buka kemarin lusa, kata orang es campurnya lebih
enak dari yang dijalan xxxx.., makanya cici nyobain beli empat
bungkus.., ehh ternyata bener , enak.., gimana ??”
“iya ci lebih enak yang ini lagi, sruuuppphhh.. sruppphhhhh…”
“kamu koq keringatan gitu sih??”
“hemm ?? agak gerah cii…, cuaca hari ini kan panas menyengat…”
“loh, di luar hujan gerimis koq…”
“ahh, masaaaa ?? aku ngak tau cii, tadi aku baru bangun tidur… “
“ooo…gitu, srrrupphhh.. sruuppphhhh”
Entah kenapa suara sruputan yang terdengar membuatku semakin gelisah.
Kukulum senyuman nakalku, kutepiskan segala pikiran kotor itu, dengan
terburu-buru kuhabiskan semangkuk es campur yang tersaji diatas meja
makan. Aku pura-pura menguap, untuk melepaskan beban nafsu yang
tiba-tiba menggunung.
“Hoammmm…, Cii…, aku ngantuk.., “
“Hah? nggak salah?? bukannya baru bangun tidur.. ??”
“yaaa.., kan ujan ci, paling enak buat tidur he he he…”
“iya juga sihhh.. emmmmhhh.., cici juga jadi ngantuk nih…”
“sudah ciii.., sini sama Feby aja.., cicikan baru pulang , istirahat gih..”
“duhhh.., adikku memang paling baikk muahhhh…, cici bobo dulu yach”
Ci Debbie mencium pipiku kemudian ia masuk kekamarnya, setelah
mencuci mangkuk. Aku sedikit membuka pintu kamar ci Debbie, ciciku
tertidur pulas dibalik bed cover, dengan berjingjit-jingjit aku menaiki
anak tangga dan masuk ke dalam kamarku.
Bang Udin
“lagi ngapain mang?“ aku agak tersinggung melihat mang Udin tengah mengacak-acak lemariku.
“ehhh.., ini Nonn, iniii… “
Aku tersenyum geli, celana dalamku membungkus batang penisnya.
“ini nonn, celananya…, maaf , mamang nggak tahan tadi, ini.. eummm”
Mang Udin mengembalikan celana dalamku ke dalam lemari pakaian.
“nggak tahan?? apa yang nggak tahan mang??“ aku menggodanya, kukerlingkan ekor mataku untuk menggodanya..
“aduhhhh, Feby nakal amatttt…”
“pssstttt…., bicaranya jangan keras-keras mang, ada Ci Debbie..”
“Non Debbie lagi ngapain ?? “
“lagi bobo….”
“wah sayang sekali..”
Mang Udin mendesah kecewa.
“Emang napa mang ?? “
“tadinya sih mau mang Udin ajakin threesome he he he..”
Ia tersenyum saat aku memasang tinjuku didepan wajahnya. Kaus T-shirt
dan celana jeansku kembali terlepas akibat kenakalan tangan mang Udin.
Dengan mudah mang Udin mengambil posisi 69 , tapi anehnya posisi itu
dilakukan sambil berdiri.
“aduh-duh manggg, jatuh nihh, jatuhhh…”
“nggak akannn, kan ada mamang yang pegangin…, pegangan ke pinggul Mang Udin.. aja kalau Feby takut jatuh… he he he he…”
Kulingkarkan tanganku membelit pinggang mang Udin, rasa takut membuat
otakku buntu. Aku baru tersadar, wahh, dalam posisi 69 sambil berdiri,
ini artinya vaginaku?? Ohhh.., akhhhh, perlahan dan mesra batang lidah
mang Udin menjilat belahan vaginaku seperti tengah menjilat hidangan
terlezat.
“wahhh, asekk.asekk.. nyumm sllcckkk sllcckkk.. emmmm, nyott”
“adu-duh mangggg…, udah mang, udah.. awww..”
“jangan berisik, nanti Non Debbie bangun he he he,, nyummm.. mummmh”
Aku menggigit bibir bawahku agar desahan dan rintihan itu tidak
keluar dari mulutku. Dalam posisi ini vaginaku menjadi bulan-bulanan
mulut Mang Udin, kakiku melejang-lejang di atas kepala mang Udin karena
rasa nikmat.
Aku mendesah pelan agar suaraku tidak terdengar keluar kamar, batang
lidahnya mengorek-ngorek belahan vaginaku kemudian mengulas-ngulas
kerutan duburku.
“manggg??” Aku kaget saat ujung lidahnya menekan kerutan anusku.
“Bukan cuma memek yang lezat , bool Non juga nikmat rasanya he he he..”
“ahhhh.. hmmmpphhh…crrrr crrrrrrrrr”
Dengan telapak tangan kututup mulutku saat vaginaku berdenyutan,
pahaku menjepit kuat-kuat kepala mang Udin. Rasa nikmat mengguyur
tubuhku seiring dengan butiran peluhku yang semakin banyak membanjir,
kedua tangan ku terkulai terjuntai dengan lemas.
Mulut Mang Udin menjilati belahan vaginaku dan menyeruputi cairan
vaginaku. Aku tambah kelojotan saat mulutnya mengemut bibir vaginaku,
berkali-kali aku dibuatnya menggelepar menikmati puncak klimaks hingga
tubuhku serasa lemas.
“Blukkk…” tubuhku dijatuhkan oleh mang Udin keatas ranjang, aku bergulingan menjauhinya, cukup sudah kenikmatan ini kurasakan.
Kupeluk gulingku kuat-kuat saat Mang Udin naik dan merangkak menghampiriku dengan kasar ia merengut guling yang sedang kupeluk.
Aku hanya terdiam saat mulutnya mengejar payudaraku sebelah kiri, aku
meringis tertahan, hisapan-hisapannya kini cenderung kasar, mulutnya
mencapluk puncak susuku dan mengenyot-ngenyot dengan liar, tangannya
menangkup vaginaku dan meremas-remas gundukan mungil selangkanganku..
“hsssshhh. Hssshhhhh…” aku mendesis, aku sudah puas, amat puas malah,
namun tampaknya mang Udin masih belum puas menikmati tubuhku
Kubiarkan ia menggeluti tubuhku yang sudah basah mandi keringat,
keringat mang Udin bercampur dengan keringatku saat ia menaiki tubuhku
dengan posisi wajahnya terbenam di antara belahan payudarakuku.
Kurapatkan kedua kakiku rapat-rapat untuk mencegah hal-hal buruk yang
kutakutkan. Aku takut oleh batangnya tapi aku juga semakin ingin
menghisap benda hitam yang besar dan panjang itu, aku malu untuk
mengatakannya, mana mungkin aku meminta langsung kepadanya, lumayan lama
mang Udin menyusu sambil meremas-remas vaginaku.
“kayanya Feby pengen ngisep titit mamang ya…”
“ah ?? enggak koq mang…” aku berusaha menyembunyikan hasrat di
dadaku, entah bagaimana caranya ia menangkap hasratku yang semakin
menggebu-gebu.
“enggak mangg, ngak usah , e-ehhh…”
Selangkangan Mang Udin naik ke wajahku, benda besar itu tergantung dengan indah di hadapan wajahku.
“nggak usah bohonggg, mang Udin tahu koq, apa yang diinginkan oleh
Febyy.., nih mamang kasih titit, tapi inget.., harus ditelen pejunya ya
??”
“ha-ufffhhh , hmmm.. mmmm”
Aku membuka mulutku saat mang Udin menjejalkan batang besar di
selangkangannya. Aku meronta saat mang Udin menekankan batang hitamnya
sedalam mungkin ke dalam mulutku, mataku membeliak dan pandangan mataku
agak nanar.
Ujung penis mang Udin tertanam masuk ke kerongkonganku, aku
mencubit-cubit bokong mang Udin agar ia mencabut batang kemaluannya,
semakin keras cubitanku semakin dalam pula mang Udin menanamkan benda
besar itu ke dalam mulutku, sayup-sayup aku mendengarnya berkata.
“nahhh…, ini yang namanya deepthroat , Feby harus sering belajar supaya biasa..”
Aku tidak dapat bernafas dengan sebatang penis yang menancap dikerongkonganku.
“Ahaakkk…., uhukkk… uhukkk“ aku menggeleng-gelengkan kepala sambil terbatuk, kedua tanganku menggenggam batang penis mang Udin.
Sesekali aku masih terbatuk dan berdehem kecil, kuremas batang
miliknya sambil menghisap-hisap ujung benda itu yang bentuknya mirip
kepala rudal, kuhisap kuat hingga benda itu memuncratkan cairan sperma
didalam mulutku. Aku hendak memuntahkan cairan bau itu namun mang Udin
melintangkan jari telunjuknya di depan bibirku, disertai sebuah ancaman.
“telan…, atau nanti dideepthroat lagi sama mamang..”
“glek.. glekk.. glekkk…” aku menelan sperma mang Udin, aroma sperma
semakin menyengat saat aku berusaha menarik nafas, jari telunjuk dan ibu
jari kanannya menekan kedua sisi pipiku , ia memaksa untuk membuka
mulutku.
“gitu dongg, nih sisanya abisin,he he”
Tangan kanannya mengurut-ngurut ujung penisnya, lelehan pejunya yang
tersisa masuk kebdalam mulutku, dan aku kembali menelan peju mang Udin.
“sudah mangggg…cukup…” aku merintih lirih saat ia membalikkan tubuhku.
“iyaaa.., sudahhh…, mang Udin cuma mau mijitin aja koq, Feby pasti cape..”
Ia menduduki bokongku, telapak tangannya bergerak mengurut lembut
dari pinggang ke punggung, ahh, rasa pegalku sedikit terobati, aku
menari nafasku dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan
sesuai dengan instruksi Mang Udin.
“enak ?? “
“emmm.., enak manggggg…, “
Jari jempolnya menusuk daerah antara pinggang dan gundukan pantatku,
kemudian menekan dan memijit-mijit disekitar situ dengan teratur, kedua
mataku terpejam-pejam menikmati pijatan – pijatan Mang Udin yang
merambat mulai dari bokong, pinggang, punggul, lengan, kaki dan merambat
naik kembali ke atas ke arah punggung, rasa pegalku yang menyiksa
tubuhku terusir oleh pijatannya.
“He he he.., Mangggg….” aku terkekeh saat sambil memijat bibir mang Udin menggeluti tengkukku
Aku merasa nyaman ketika mang Udin menindihku dari belakang, entah
kenapa aku merasakan rasa aman berada di bawah tindihan tubuhnya yang
tinggi besar. Kata-kata kotor dan mesum dibisikkan di telingaku. Kedua
tangannya mencari dan menangkap sepasang payudaraku, aku memejamkan
mataku menikmati remasan-remasan lembut mang Udin.
Kami berdua tertidur kelelahan, hari itu terasa begitu indah, hari
pertamaku berbugil ria bersama mang Udin, polos tanpa selembar benangpun
yang menempel di tubuhku dan tubuhnya yang tinggi besar.
Aku membalikkan tubuhku dan membalas pelukan mang Udin, aku tertidur
di bawah tindihan tubuhnya. Aku gelagapan saat HPku berbunyi dengan
nyaring, kugeliatkan tubuhku dibalik bed cover, hatiku terasa hangat,
sehangat tubuhku ?? ehh.., astaga ada orang yang menindihku, ahhh,
gila…,rupanya Mang Udin masih menindihku, kutepuk-tepuk pipinya, sambil
berbisik keras.
“mangg , BANGUNG MANGG…”
“euhhh…, emmmhhh..hoaaammm. MMMFFHHH….”
“pssstttt. Mangggg…, jangan keras-keras nguapnya…”
Kututup mulutnya dengan tanganku, ia menepiskan tanganku kemudian
melumat bibirku, sementara tanganku yang satu mulai menggapai-gapai
berusaha meraih HPku di atas sebuah meja kecil di samping tempat tidur.
Mang Udin melepaskan bibirku agar aku dapat menerima telepon.
“Hallooo…”
“Hi…Feb, lagi ngapain niyy…”
“lagi belajar….”
“hahh ? ngak salah…?? Shanti terkejut mendengar jawabanku.
“ha ha ha…“ aku hanya tertawa.
“ada apa nih Shan, jadi curiga he he he..”
Shanti tertawa lepas kemudian menjawab pertanyaanku.
“gini Febb…, besok aku sama Airin main ke rumahmu ya…”
“mo ngapain ??”
“biasa, pinjem internet, he he he he”
Aku tersenyum, sambil mendorong kepala mang Udin dari dadaku.
“yawdahh, jangan lupa ya.., bawa cemilan…”
“oceh, siap bossss, si u…thaa”
“tha..”
Aku buru-buru menutup Hpku.
“manggg, Geli tauuuu….”
Tangan mang Udin menekan Kedua tanganku ke atas kepala, bibirnya
mencumbui lekukan ketiakku, menjilat, memangut dan melumatinya. Aku
mendesah dan merintih saat batang lidahnya menari menggelitiki ketiakku.
“duhhh Feby manisss, mang Udin ngaceng lagi nihhh…”
“mang , ini sudah malammm…”
“justru itu.., tanggung…, mang Udin mau sekalian nginep aja ya..”
“TOKK.. TOKKK.. TOKKKK… Febyyy, bangun sayanggg, makan malam dulu..”
“iyaaa mahhhh, sebentar aku turunn…”
Dengan wajah ketakutan mang Udin merayap dan bersembunyi ke kolong ranjang, setelah mengenakan pakaian.
Aku merapikan rambutku dan menyemprotkan sedikit perfume di bajuku.
Aku menahan tawa sambil menutupkan pintu kamarku, entah kenapa geli
sekali rasanya melihat mang Udin yang menatapku dengan tatapan hornynya
dari kolong tempat tidurku
Aku turun kebawah menuju ke ruang makan, Papa, mama dan ciciku sudah
menungguku, diselingi canda tawa, kami sekeluarga menghabiskan makan
malam, obrolanpun berlanjut hingga jam 11.30 malam, jam 11.45, mama
mengingatkan kami untuk tidur karena sudah terlalu malam.
Aku membawa roti isi keju kedalam kamar, tak lupa kubawa sebotol
minuman dingin dari dalam lemari es, dengan lahap mang Udin menyantap
roti yang kubawa untuknya, glukk. Glukk glukk glukkk, ia menghabiskan
sebotol pulpy orangeku.
“masih lapar mang ?? “
“sudah cukupp, kenyang…”
“mang , Feby mau tidurrr., ngantuk nihhh…”
“sebentarrr…, temani mang Udin dulu ya…”
Mang Udin melucuti pakaianku dan kembali menindih tubuhku yang bugil,
dengan malas akibat mengantuk aku membalas lumatan-lumatan bibirnya Aku
mendesakkan payudaraku ke atas saat ia melakukan hisapan-hisapannya
pada puncak payudaraku.
Gairahku kembali bergejolak, tangan kiriku mengelus-ngelus belakang
kepala mang Udin yang tengah asik menyusu di buah dadaku yang sekal
ranum sementara tangan kananku memeluk lehernya.
“ohhhh… mangggg, enakkkk….” aku mendesah sambil membenamkan ke-10 jari kuku-ku pada punggungnya
“mamang numpang nyelipin kontol dikit ya…”
“tapi jangan dimasukin mang…”
“tenang aja.., mang Udin janji…”
“nggak ..bolehh..!!, harus sumpah dulu….!!”
“iya mang Udin sumpah, hari ini cuma nyelip dikit dan nyolok bool,
besok lusa masukin dikit..ke memek, setelah itu baru mamang ngentotin
Feby he he he he”
“idihh.., mang Udin jorok…”
“nah sekarang, sekarang Non ngangkang…,dikit lagi, yang lebar.. nahhh”
Aku membuka kedua kakiku mengangkang, aku terperanjat sambil
mendorong pinggul mang Udin saat merasakan desakan batang penisnya. Ia
hanya tersenyum berusaha untuk memberikan rasa tenang untukku sambil
merenggangkan kedua kakiku.
Kepala penisnya kembali berusaha berendam dalam cepitan bibir
vaginaku, lumayan lama ia berkutat dengan batang besarnya, ada rasa geli
saat kepala penisnya mengulek-ngulek bibir vaginaku.
“ohhhhh…… “
Dengan spontan kedua kakiku menjepit pinggangnya saat ujung penisnya
berhasil memasuki rekahan bibir vaginaku. Ada rasa hangat yang
berkedutan dengan nikmat, tubuhku menggelepar nikmat, demikian pula
tubuh mang Udin.
Rasa nikmat ini jauh melebihi indahnya khayalan – khayalan mesumku
selama ini, terlalu nikmat untuk kunikmati, begitulah perasaanku saat
merasakan kedutan-kedutan alat kelamin kami yang menyatu.
“mmm-mmhanggggg…” suaraku gemetar menahan rasa nikmat.
“napa sayangg, enak ya ??” ia tersenyum saat aku mengangguk.
“pofffhhh….”
Ia menggerakkan penisnya seperti sedang mencokel vaginaku.
“ohhhhh….. “ aku kelojotan seiring dengan suara letupan alat kelamin kami yang terlepas.
“poc-pockkk.. cpoccckkk…” suara letupan alat kelamin kami berdua
terdengar mirip seperti suara orang yang membuka tutup sebotol anggur
merah, nafasku tertahan setiap mang Udin menyelipkan dan mencokel
rekahan vaginaku, kedua mataku membeliak saat ia menggerakkan batangnya,
memutar searah jarum jam.
“nnnggggghhh crrutttt. Crrrrr…….cruttt”
“nonn, kita cobain anal sex yuk…”
Aku terdiam saat ia membalikkan tubuhku, tangannya menarik buah pinggulku.
“nhhh. Nnnhhh.. “
Berkali-kali tubuhku terdesak kuat saat ia berusaha menjejalkan kepala penisnya.
“aaa…!!j-jangan dimasukin semua mangggg…”
Kedua tangannya begitu kuat mencengkram pinggulku.
“tenang manisss, cuma ujungnya doanng koq he he he”
“cabut mangggh.., cabuttthhh, periiihhhh!!”
“nggak perih segitu mah atuh..!!, ditahan sayang, jangan manja he he” ia berbisik di telingaku
Sekujur tubuhku mengejang hebat menahan rasa sakit yang mendera
anusku, perih, pedih dan panas, sakit sekali rasanya saat batang yang
besar dan panjang itu diamblaskan masuk kedalam liang duburku.
Aku menggigit bantalku untuk melampiaskan rasa sakit yang bukan
kepalang, apalagi saat mang Udin menghentakkan penis besarnya untuk
melonggarkan jalan yang terlalu peret.
“pelan-pelan manggggg, saki..iitt.., sakitt sekali.. hkk hk.”
“jangan nangis sayanggg , nanti kedengeran gimana ??”
Mataku membeliak , penis besar itu semakin dalam merojok liang anusku.
“HEGGHHHH… ?? !!! unnggghhhhhhh AKHHHH…!!“
+/- 15 menit kemudian buah pantatku berdesakan dengan
selangkangannya. Aku tidak sanggup lagi untuk menungging, tenagaku habis
akibat menahan rasa sakit itu.
Buah pantatku merosot turun, payudaraku mendarat di atas ranjang, aku
terlungkup tanpa daya dibawah tindihan tubuh mang Udin, tangannya
mengelus-ngelus punggungku dan juga rambutku yang hitam indah.
“hssshhhh.. hssssshhhhh…” aku mendesis dan meringis menahan rasa
sakit saat batang besar itu mulai memompa liang anusku, pandangan mataku
dikaburkan oleh linangan air mata
Mang Udin membenamkan wajahku pada bantal untuk meredam suara isak
tangisku yang terdengar semakin keras , ia berbisik ditelingaku tentang
betapa nikmatnya liang anusku, lidahnya terayun lembut menjilati
belakang telingaku.
“pokkk.. pokkk.. pokkk…hhhhhhh.. pokk pokk pokkk pokkkkhh”
Kudengar suara helaan nafasnya, kemudian suara tepukan itupun kembali
berlanjut memenuhi kamarku. Fantasi liarku menjadi kenyataan, aku
mencoba untuk menepiskan rasa sakit dan pedih yang semakin memudar,
kukuatkan hatiku untuk menikmati setiap sodokan-sodokan batang penis
mang Udin, kudesakkan buah pantatku ke atas, aku berusaha menungging di
atas kaki dan tanganku.
“nahhh.. gitu dongg, sipp lahh, Feby memang hebaaattt!”
“ahhh ahhh ahhh…..”
“Pokkk pokkkk pokkk…”
Tubuhku terdesak maju mundur mengikuti helaan batang penis Mang Udin,
payudaraku yang terayun-ayun merangsang syaraf-syarat didadaku
memberikan rasa nikmat tersendiri , aku merintih lirih merasakan
lingkaran otot anusku yang rasanya seperti tertarik keluar dengan
nikmatnya saat Mang Udin menarik batang itu lalu tertekan masuk kedalam
saat ia membenamkan seluruh batangnya sekaligus hingga selangkangannya
membentur buah pantatku yang bulat padat dengan keras dan menimbulkan
suara “Plak…!!”, kesakitan yang nikmat, seperti itulah rasanya
pengalaman pertamaku melakukan anal sex bersama mang Udin.
“aku. Ohh..,nnnhh mangggg…”
Aku semakin sulit mengendalikan luapan nafsuku saat kedua tangan mang
Udin menggapai payudaraku yang menggantung dan melakukan
remasan-remasan lembut, nafasku terhembus-hembus keluar saat batang
besar mang Udin berkali-kali merojoki liang anusku.
“aawwmmhmmmmpphh crr crrutt cruttt…”
Dengan cepat mang Udin menjambak dan menarik rambutku ke samping
bawah kiri hingga kepalaku terangkat tengadah ke samping kanan atas.
Mulut Mang Udin membekap mulutku untuk meredam suara pekikanku,
pompaannya semakin kuat dan pangutan-pagutannya semakin liar memanguti
bibirku. Ia menghentak-hentakkan batang penisnya dengan liar, brutal
sekali tusukan-tusukannya. Batang besarnya meledak di dalam anusku.
“Utsshhhh.. OUGHHH..!! CROTTT.. CROTTTT…”
Aku membalikkan tubuhku, mang Udin tersenyum puas, ia menarik bed
cover untuk menyembunyikan tubuhku dan tubuhnya yang telanjang bulat.
Suara nafasku bersahutan dengan nafasnya, aku benar-benar kecapaian,
kubaringkan kepalaku di dadanya dan kupejamkan mataku. Ada rasa
nyaman yang kurasakan saat kedua tangannya yang kekar memeluk tubuhku
yang mungil dan mengusap keringat dipungungku, aku tertidur kelelahan.
“emmhhh…, “
Aku menggeliat di dalam bedcoverku, kugeliatkan tubuhku yang terasa
remuk, terutama di bagian pinggang, bokong, dan akhhhh…! Aduhhhh…!!
Anusku terasa perih saat aku mencoba untuk duduk, dengan menahan rasa
pedih aku tertatih-tatih melangkah ke depan cermin besar di dalam kamar.
Hari itu hari minggu, masih subuh. Cici dan kedua orang tuaku masih
tertidur pulas di kamar masing-masing, kuperhatikan tubuhku ada bekas
cupangan di leherku, dan juga bekas – bekas gigitan di puncak
payudaraku. Aku terdiam didepan bayangan tubuhku, hanya diam, pikiranku
pun kosong.
“hssshhh…,aduh…,hhhssshh, aaa”
Aku mencoba untuk melangkah dengan normal sambil menahan rasa sakit
dianusku, kunyalakan kran shower, air hangat mulai mengucur. Kubasuhkan
sabun cair merek Dove ke seluruh tubuhku.
Tubuhku mulai bergerak erotis sambil mengusap-ngusapkan buih-buih
sabun itu, aku tersenyum dikulum, membayangkan mang Udin yang pasti
pulang dari rumahku dengan hati puas.
Setelah selesai mandi aku mengintip dari jendela, becak mang Udin
sudah menghilang dari depan pagar rumahku. Kedua orang tuaku tidak
curiga karena mang Udin sudah sering merantai dan menitipkan becaknya di
depan rumahku.
Jam 02.00 siang..
“Feb, koq berdiri mulu sih…?? duduk napa ??” Shanti bertanya dengan suara tak jelas, mulutnya penuh dengan pizza.
“ah.., ngak usah…, aku sambil berdiri aja…, nyamm..” aku menggigit pizza ditanganku.
“agak anek kalo makan sambil berdiri.., kaya kuda…, sini duduk..” Airin menggeser duduknya memberikan ruang untukku.
“kebanyakan duduk.., pegel…” aku mencari-cari alasan